LADANG SUDAH MENGUNING

Save the lost at any cost

MISI DAN PENDIDIKAN

Posted by petrusfs pada Oktober 11, 2007

pendidikan

1. Gereja dan Misi

Berbicara tentang misi sama halnya berbicara tentang hati Allah sendiri. Allah mengasihi dunia ciptaan-Nya yang telah jatuh ke dalam dosa untuk menyelamatkannya. Harvie M. Conn menyatakan bahwa orang-orang Kristen secara tradisional memahami empat tujuan besar dalam misi, yaitu: pertobatan orang-orang yang terhilang; pendirian dan pemantapan jemaat; pemulihan ciptaan, dan pemuliaan atas anugerah Allah melalui alam semesta selama-lamanya.[1]

Gereja sebagai persekutuan orang-orang percaya tidak boleh melalaikan tugas misinya. Keberadaan orang-orang percaya tentu merupakan hasil Misi baik secara langsung atau tidak langsung, melalui pelayanan misionaris dari negara lain atau melalui pemberita Injil dan hamba Tuhan setempat. Setelah mereka dipersekutukan dalam sebuah jemaat/gereja, maka gereja kembali harus berpusat kepada Misi. Gereja ada untuk Misi itu sendiri!

Adanya lembaga-lembaga misi bukan menggantikan tugas Gereja, melainkan melengkapi tugas gereja. Lembaga-lembaga itu disebut parachurch, artinya hadir untuk menjadi mitra gereja dalam bermisi, bukan menggantikan tugas gereja dalam bermisi.

Apabila gereja kehilangan misinya bagi dunia ini, maka ia kehilangan intisarinya. Yesus Kristus berkata bahwa kita adalah sekaligus Garam Dunia dan Terang Dunia. Jika garam itu sudah tidak dapat mengasinkan lagi, maka ia akan dibuang dan diinjak-injak orang (Mat. 5:13-16). Gereja tidak boleh hadir hanya untuk dirinya sendiri. Kehadiran Gereja harus dirasakan oleh masyarakat di sekitarnya bahkan oleh seluruh dunia.

2. Misi dan Dunia Pendidikan

Inti dari misi adalah menyatakan kasih Allah bagi segenap dunia ini. Setiap orang percaya adalah warga Kerajaan Sorga yang menaati dua hukum utama: mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap kuat, dan segenap akal budi, serta mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri (Mat. 22:37-40).

Dalam konteks perintah cintakasih, pendidikan dipahami sebagai ungkapan cintakasih pada kehidupan manusia dan Allah sang pemberi kehidupan. Gereja memandang kerasulan di bidang pendidikan sebagai aplikasi iman yang membebaskan seperti diungkapkan secara programatis oleh Yesus Sang Guru Ilahi, “Roh Tuhan ada padaku. Oleh sebab la telah mengurapi Aku untuk menyampaikan khabar baik kepada orang-orang miskin; dan la telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan,dan penglihatan bagi, orang- orang buta, untuk membebaskan orang-orang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang…” (Luk. 4.18-19).

Pendidikan merupakan jalan yang ditempuh untuk mengembangkan potensi-potensi manusia menjadi pribadi-pribadi yang merdeka dan bebas dari segala belenggu serta terbuka dan mampu membangun kehidupan masyarakat yang terbuka bagi undangan Tuhan sebagai tujuan terakhir hidup manusia .Inilah alasannya sejak awal mula Gereja-Gereja melihat pendidikan sebagai bagian dari kegiatan perutusannya di tengah dunia.

Pada mulanya sekolah-sekolah dibuka dalam rangka pelajaran agama dan pendidikan moral. Namun sekolah-sekolah itu kemudian berkembang menjadi tempat pengembangan kecerdasan manusia secara utuh baik kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional maupun kecerdasan spiritual. Di sekolah-sekolah Kristen anak-anak tidak saja diajarkan pelajaran agama melainkan juga pengetahuan-pengetahuan umum serta ketrampilan- ketrampilan praktis yang diperlukan untuk hidup di tengah masyarakat kelak.

Karena mendasarkan dirinya pada ajaran kasih kepada Allah dan manusia sebagai nilai yang universal maka ada dua ciri utama pendidikan Kristiani. Pertama, bersifat terbuka. Dasar dari keterbukaan itu adalah pengakuan bahwa semua orang dicintai oleh Allah. Karena itu tiap orang harus saling memandang sebagai kembaran dirinya satu sama lain yang sama-sama bermartabat dan harus dihargai. Lagipula setiap orang terlahir untuk bahagia serta diundang untuk mengalami kebahagiaan yang sempurna dalam Allah. Hal prinsip ini menjadi dasar solidaritas antar manusia yang mengatasi pelbagai perbedaan dalam membangun kehidupan bersama yang ditandai sikap saling melindungi dan saling menghormati.

Kedua, ciri berikut dari lembaga pendidikan Kristiani adalah solider dengan yang kecil. Solidaritas antar manusia sebagai wujud kasih harus diungkapkan secara tegas dengan melayani yang kecil. Hal ini sesuai dengan semangat Yesus Sang Guru Ilahi yang mengatakan, “Segala sesuatu yang kamu lakukan kepada salah seorang saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat. 25:40). Praktisnya sekolah-sekolah harus memberi perhatian bagi mereka yang kecil, memberi prioritas bagi korban- korban ketidakadilan struktural entah struktur nasional maupun internasional.

Selain itu sekolah-sekolah juga harus mengembangkan nilai penghargaan terhadap nasib orang-orang kecil dengan mengembangkan nilai serta budaya tandingan bagi pelbagai kenyataan ketidakadilan yang menimpa mereka yang kecil. Dengan sifatnya yang terbuka dan solider dengan yang kecil Pendidikan Kristiani diarahkan bagi pengembangan manusia- manusia utuh dalam kesejahteraan anak-anak Allah.[2]

3. Peluang dan Tantangan

Dalam dunia pendidikan terdapat banyak peluang bagi gereja gun amelayani masyarakat luas, antara lain:

(a) Peluang dalam pendidikan informalGereja Isa Almasih Pringgading sejak semula telah terlibat dalam dunia pendidikan informal, misalnya pada awal berdirinya, kita telah terlibat dalam Pemberantasan Buta Huruf (PBH). Banyak masyarakat sekitar yang kemudian menjadi melek huruf karena gereja telah berperan aktif. Saat ini peluang serupa masih cukup banyak, khususnya pendidikan ketrampilan untuk dunia usaha, seperti: kursus jahit-menjahit, kursus komputer, perbengkelan dan pertukangan, kursus elektronika, kursus baby sitter and nursing, kursus bahasa untuk calon TKI/TKW, dan sebagainya.

(b) Peluang dalam pendidikan formal – Gereja juga telah melibatkan diri dalam pendidikan formal, baik secara sinodal di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, dan secara lokal bersama GIA Dr. Cipto di Yayasan Sekolah Kristen Indonesia (YSKI), dan juga mendirikan lembaga Pendidikan Theologia (L.P.Th.) “Abdiel” (sekarang STT “Abdiel”) dan Yayasan Pendidikan Salomo. Sekolah-sekolah Salomo membutuhkan perhatian khusus guna peningkatan lebih lanjut agar dapat kembali menjadi berkat besar seperti di masa-masa lalu.

(c) Kemitraan – Bentuk lainnya bekerja s ma dengan lembaga lain yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Misalnya, beberapa TPI GIA Pringgading telah bekerjasama dengan Yayasan Compassion dalam membina dan mendanai pendidikan dasar dan menengah anak-anak yang ada di sekitar TPI. Kemitraan semacam ini masih bisa ditingkatkan dengan pihak-pihak di dalam dan diluar negeri.

(d) Beasiswa – Di antara jemaat sendiri ada anak-anak yang membutuhkan biaya pendidikan yang tidak sedikit. Melalui Seksi Beasiswa yang ada di Bidang VI/Sosial, gereja dan beberapa donatur dari jemaat intern telah menolong pembiayaan pendidikan ini.

(e) Pendidikan Anak Usia Dini – Bekerjasama dengan lembaga lain, GIA Pringgading ikut menyukseskan program Pemerintah dalam dunia pendidikan, yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Ini merupakan program yang terus berkelanjutan, dimulai dari pendidikan anak sedini mungkin.

(f) Pembinaan Mental Spiritual – Baik secara individu maupun kelembagaan, gereja juga telah ikut serta membina persekutuan-persekutuan doa pelajar dan mahasiswa sehingga di sekolah dan di kampus ada persekutuan doa yang mendoakan kebutuhan masing-masing termasuk jiwa-jiwa baru.

Di balik pelbagai peluang itu, memang ada banyak tantangan, baik secara eksternal maupun internal. Tantangan eksternal, misalnya dari pihak atau kelompok lain yang menaruh kecurigaan ketika gereja terlibat dalam dunia pendidikan. Padahal tugas gereja adalah mendatangkan kesejahteraan di tempat di mana ia ada, termasuk kesejahteraan seluruh bangsa. Tantangan internal biasanya menyangkut SDM dan pendanaan. Pertama, tentang SDM. Tidak banyak orang Kristen yang bersedia atau merelakan anaknya masuk dalam dunia pendidikan, seperti menjadi guru atau dosen, karena memang bukan rahasia umum bahwa bagi mereka yang terjun dalam dunia pendidikan kesejahteraannya tidak sebesar mereka yang terjun di dunia bisnis. Tetapi jika hal ini terus dibiarkan, maka gereja akan kekurangan SDM di dunia pendiaikan. Kedua, menyangkut pendanaan. Dunia pendidikan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Itu berarti bahwa jemaat harus mengambil bagian sebagai donatur khususnya dalam pemberian beasiswa bagi mereka yang berprestasi.

Sekalipun tantangannya begitu besar, namun kita percaya bahwa bersama dengan Tuhan kita dapat melakukan perkara yang besar. Ketika kita berjalan bersama Tuhan dan gerak kita sesuai dengan isi hati Tuhan, maka Ia akan membawa kita di jalan kemenangan-Nya!

—– 00000 —–

Pdt. Petrus F. Setiadarma, MDiv.


[1] Conn, Harvey M., The Purpose of Missions, dalam James D. Berkley (ed.), Leadership Handbooks of Practical Theology, Vol. II – Outreach And Care, Michigan: Baker Books, 1994), 91-100.

[2] Mali, Leo.Peranan Lembaga Pendidikan Swasta Kristen Dalam Pengembagaan ‘Kebudayaan’ (Konteks NTT), makalah Kongres Nasional Kebudayaan V, 20-23 Oktober 2003 di Bukit Tinggi.

Tinggalkan komentar